Sumber Gambar: simazoran in Getty Images Pro
Tahu dan tempe merupakan makanan khas Indonesia yang dikonsumsi oleh hampir seluruh kalangan masyarakat. Harga yang murah, rasa yang enak, serta kandungan gizi yang kaya membuat tahu dan tempe begitu disukai oleh banyak orang. Bahan baku dari kedua makanan tersebut adalah kacang kedelai. Sebagai bahan dari makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat, tentu kebutuhan akan kedelai juga tinggi. Setiap tahunnya, rata-rata kebutuhan kedelai nasional adalah 2,8 juta ton, sedangkan rata-rata produksinya tidak mencapai 1 juta ton/tahun. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kedelai, pemerintah melakukan impor.
Pada tahun 2018, Pemerintah mengimpor kedelai sebanyak 2,38 juta ton atau meningkat 4,4% dari total impor tahun sebelumnya, yaitu 2,27 juta ton. Tren impor ini akan terus naik dari tahun ke tahun jika penyebabnya tidak segera diatasi. Lalu apa sajakah yang menyebabkan Indonesia masih impor kedelai, padahal Indonesia dikenal sebagai negara agraris? Yuk kita simak beberapa penyebabnya di bawah ini:
1. Produktivitas kedelai lokal rendah
Varietas lokal kedelai umumnya dapat menghasilkan panen rata-rata 1,4 ton/ha, sedangkan varietas non-lokal hasil impor dapat menghasilkan panen 3 ton/ha. Lemahnya produktivitas kedelai lokal ini juga tidak didukung oleh industri perbenihan yang kuat.
2. Tidak tersedianya lahan khusus untuk produksi kedelai
Kedelai merupakan komoditas sampingan yang dibudidayakan oleh petani. Bahkan ada beberapa petani yang tidak menerapkan pola rotasi tanam sehingga hanya menanam padi sepanjang tahun. Biasanya kedelai ditanam sebagai tanaman tumpang sari dengan jagung dan tanaman lainnya. Tidak seperti padi, kedelai tidak mempunyai lahan khusus untuk pembudidayaan intensif.
3. Petani enggan menanam kedelai
Kebijakan impor kedelai yang tidak memiliki larangan ataupun batasan impor. Kedelai dapat diimpor kapan saja dengan volume berapa pun tanpa melewati rekomendasi Kementan, bahkan tarif bea masuk 0%. Kebijakan ini menyebabkan harga kedelai impor sangat murah sehingga harga kedelai lokal sulit untuk bersaing. Oleh sebab itu, petani lebih memilih membudidayakan komoditas lain yang punya kepastian pasar.
Jadi tingginya impor kedelai tidak hanya dikarenakan faktor produksi saja, tapi juga kebijakan pemerintah. Namun, saat ini pemerintah sudah melakukan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sebagai contoh, saat ini Kementan sedang menyiapkan varietas kedelai unggul yang produktivitasnya bisa mencapai 2 ton/ha. Selain itu, Kementan juga tengah menyiapkan program untuk mendorong petani melakukan budidaya kedelai dan lahan khusus dengan luasan sekitar 37 ribu hektar untuk ditanami kedelai.
Petani kedelai dan para praktisi pertanian berharap bahwa kebijakan inibisa meningkatkan kesejahteraan petani kedelai dan membuat Indonesia bmandiri pangan. Apabila Sobat Tania ingin ikut berperan menyelesaikan masalah ini dengan membudidayakan kedelai, Sobat Tania dapat mempelajari caranya pada fitur Budidaya di Aplikasi Dokter Tania. Selamat bertani!